Ringkasan Gugatan | : | Posita :PENGGUGAT TELAH MEMENUHI PERSYARATAN FORMAL DALAM MENGAJUKAN GUGATAN TATA USAHA NEGARA
IUP 237a merupakan Keputusan Tata Usaha Negara
Bahwa Pasal 1 Ayat 9 Undang Undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (sebagaimana diubah) (UU PTUN), mendefinisikan Keputusan Tata Usaha Negara sebagai berikut:
Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata
Bahwa IUP 237a yang diterbitkan oleh TERGUGAT merupakan Keputusan Tata Usaha Negara karena telah memenuhi seluruh unsur dari definisi Keputusan Tata Usaha Negara tersebut di atas, yakni:
IUP 237a dikeluarkan dalam bentuk tertulis;
IUP 237a diterbitkan oleh TERGUGAT, yang merupakan pejabat Tata Usaha Negara yang melaksanakan urusan pemerintahan;
IUP 237a berisi tindakan hukum Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
IUP 237a bersifat konkret, individual dan final, karena dibuat dalam bentuk tertulis, ditujukan hanya kepada PENGGUGAT dan tidak memerlukan persetujuan lebih lanjut dari otoritas lainnya; dan
Penerbitan IUP 237a menimbulkan akibat hukum terhadap PENGGUGAT karena PENGGUGAT tidak lagi dapat melaksanakan kegiatan pertambangan pada wilayah Yang Dilepaskan (sebagaimana didefinisikan pada poin 9.5 di bawah).
Berdasarkan uraian di atas, maka jelas bahwa objek dari Gugatan ini adalah Keputusan Tata Usaha Negara yang telah diterbitkan oleh TERGUGAT.
Tentang waktu pengajuan Gugatan Tata Usaha Nesara
Bahwa Gugatan ini telah diajukan sesuai dengan tenggang waktu yang berlaku yang diatur dalam hukum acara pada Peradilan Tata Usaha Negara. Pasal 55 UU PTUN mengatur bahwa:
Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau pejabat Tata Usaha Negara.
[Catatan : penekanan diberikan oleh PENGGUGAT.]
Dalam hal ini, PENGGUGAT telah pertama kali diberitahukan mengenai perubahan IUP 475a (sebagaimana didefinisikan pada paragraf 9.2 dibawah) dan penerbitan IUP 237a pada tanggal 29 April 2013, yaitu pada saat IUP 237a dikirimkan secara langsung ke PENGGUGAT (meskipun IUP 237a tertanggal 8 Juni 2012, namun PENGGUGAT baru menerima IUP tersebut pada tanggal 29 April 2013).
Berdasarkan fakta di atas, maka tenggang waktu pengajuan Gugatan ini harus dihitung sejak PENGGUGAT menerima IUP 237a, yaitu sejak tanggal 29 April 2013. Oleh karena itu, sembilan puluh hari terhitung sejak tanggal 29 April 2013 adalah hari Sabtu tanggal 27 Juli 2013.
Bahwa Gugatan o quo telah diajukan pada tanggal 26 Juli 2013 dan dengan demikian telah diajukan dalam kurun waktu sembilan puluh hari sejak PENGGUGAT menerima IUP 237a.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka jelas terbukti bahwa PENGGUGAT memiliki alas hukum yang sah dalam mengajukan Gugatan ini dan telah memenuhi seluruh persyaratan formal berdasarkan UU PTUN. Oleh karenanya, cukup alasan apabila Majelis Hakim Yang Terhormat menerima Gugatan ini.
DALIL-DALIL SERTA ALASAN
Bahwa Gugatan ini PENGGUGAT ajukan dengan dalil-dalil serta alasan sebagaimana yang akan kami jelaskan di bawah ini:
Pada tanggal 31 Desember 2008, PENGGUGAT mendapatkan Konsesi Pertambangan untuk Eksplorasi (Kuasa Pertambangan atau KP) yang dialihkan dari PT Bartim Metropolitan Perkasa (BMP) untuk lahan seluas 4.001 Ha di wilayah Dusun Tengah, Dusun Timur, Awang, dan Patangkep Tutui berdasarkan Surat Keputusan Bupati Barito Timur No.:483 Tahun 2008 tentang Pengalihan Pemegang Kuasa Pertambangan Eksplorasi dari PT BARTIM METROPOLITAN PERKASA menjadi PT GANESHA RAPINDO IMPEX (KP 483) (KP 483 kami ajukan sebagai Bukti P-1).
Setelah menyelesaikan kegiatan-kegiatan eksplorasinya, pada tanggal 27 Oktober 2009 PENGGUGAT telah mendapatkan lzin Usaha Pertambangan (lzin Usaha Pertambangan atau IUP) Operasi Produksi Nomor 475a untuk lahan seluas 3.994 Ha di wilayah Dusun Timur, Awang, dan Patangkep Tutui untuk periode 20 tahun sejak tanggal 27 Oktober 2009 berdasarkan Surat Keputusan Bupati Barito Timur No.:475a Tahun 2009 tentang Persetujuan Peningkatan lzin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi lzin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT GANESHA RAPINDO IMPEX (IUP 475a) (IUP 475a kami ajukan sebagai Bukti P-2).
Bahwa pada tanggal 17 Mei 2O12, telah dilangsungkan suatu pertemuan antara perwakilan dari PENGGUGAT dan TERGUGAT guna membicarakan pelepasan sebagian atau penciutan wilayah seluas 1.144 Ha yang tercakup di dalam IUP 475a. Namun demikian, PENGGUGAT secara tegas menolak bahwa pihaknya pernah menyetujui pelepasan atas wilayah tertentu dari wilayah yang tercakup dalam IUP 475a (Berita Acara Rapat tanggal 17 Mei 2012) (Berita Acara Rapat tanggal 17 Mei 2012) kami ajukan sebagai Bukti P-3).
Bahwa kemudian pada tanggal 22 Mei 2012, sebagaimana diminta oleh masyarakat yang tinggal di dalam wilayah IUP 475a dan sesuai dengan petunjuk dari TERGUGAT, PENGGUGAT menuliskan surat dengan Ref. No.:016/GRl/V/2012 tertanggal 22 Mei 2012 kepada TERGUGAT, yang pada prinsipnya setuju melepaskan wilayah seluas 1.144 Ha dari IUP miliknya sebagaimana didiskusikan dalam pertemuan tanggal 17 Mei 2012 (Surat 22 Mei 2012) (Surat 22 Mei 2012 kami ajukan sebagai Bukti P - 4). Namun demikian, tidak pernah ada kesepakatan mengenai wilayah mana dari IUP 475a yang akan diciutkan atau dilepaskan tersebut.
Pada atau sekitar tanggal 8 Juni 2012 dan tanpa konsultasi lebih lanjut dengan PENGGUGAT, TERGUGAT tampaknya telah secara sepihak mengubah IUP 475a dengan mengeluarkan IUP 237a (IUP 237a kami ajukan sebagai Bukti P-5)sehingga luas IUP PENGGUGAT menjadi 2.847 Ha. Dengan demikian, TERGUGAT telah menciutkan atau melepasan wilayah seluas L.147 Ha (Wilayah Yang Dilepaskan) dari wilayah yang tercakup dalam IUP 475a. Mohon perhatian Majelis Hakim yang terhormat bahwa pada faktanya PENGGUGAT tidak pernah diberitahukan mengenai IUP 237a sampai dengan tanggal 29 April 2013.
Pada tanggal 16 oktober 2012, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara telah menerbitkan daftar Cleon and Clear ke-7 yang meliputi PENGGUGAT dan merujuk pada IUP 475a dengan luas wilayah 3.994 Ha (Daftar CNC) (Daftar CNC kami ajukan sebagai Bukti P-6). Oleh karena itu, mengingat belum diketahuinya IUP 237a dan adanya Daftar CNC tersebut, maka PENGGUGAT terus berinvestasi secara besar-besaran pada seluruh wilayah sebagaimana dideskripsikan dalam IUP 475a.
Pada tanggal 29 April 2013, IUP 237a kemudian disampaikan oleh TERGUGAT kepada PENGGUGAT secara langsung. Bahwa PENGGUGAT untuk pertama kalinya mengetahui tentang perubahan dan penciutan IUP 475a dan keberadaan IUP 237a pada tanggal ini (Tanda Terima IUP 237a) (Tanda Terima IUP 237a kami ajukan sebagai Bukti P-7).
Mengingat bahwa PENGGUGAT pada prinsipnya tidak pernah menyetujui pelepasan atau penciutan atas Wilayah Yang Dilepaskan tersebut, maka pada tanggal 3 Mei 2013 dengan Ref. No.:012/GRl-lam/V/2013 (Surat 3 Mei 2013) (Surat 3 Mei 2013 kami ajukan sebagai Bukti P-8) dan tanggal 13 Mei 2013 dengan Ref. No.:013/GRl-lam/V/2013 (Surat 13 Mei 2013) (Surat 13 Mei 2013 kami ajukan sebagai Bukti P-9), PENGGUGAT menuliskan surat kepada TERGUGAT untuk mencabut IUP 237a dan memberlakukan kembali IUP 475a.
Bahwa pada tanggal 18 Juni 2013, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara kemudian menerbitkan Sertifikat Clean and Clear' kepada PENGGUGAT yang secara khusus merujuk pada IUP 475a (Sertifikat CNC) (Sertifikat CNC kami ajukan sebagai Bukti P-10). Hal ini merefleksikan bahwa sejak tanggal diterbitkannya sertifikat ini, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara berpandangan bahwa IUP 475a tetap berlaku dan tidak tumpang tindih dengan IUP-IUP manapun.
Bahwa pada tanggal 15 Juli 2013, Kantor Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Barito Timur kemudian mengadakan pertemuan untuk memfasilitasi keberatan PENGGUGAT terhadap IUP 237a. Penggugat kemudian menyimpulkan poin-poin diskusi dalam pertemuan tersebut ke dalam Surat Ref. No.: 042/GRl/Vll/2013 tertanggal 19 Juli 2013 (Surat kepada Distamben) (Surat kepada Distamben kami ajukan sebagai Bukti P-11, yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
bahwa Surat 22 Mei 2012 tidak memenuhi persyaratan permohonan penciutan wilayah izin usaha pertambangan secara sukarela, sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (sebagaimana diubah) (PP No. 23 Tahun 2010);
menimbang bahwa Surat 22 Mei 2012 tidak memenuhi persyaratan formal, oleh karena itu perubahan IUP 475a dengan diterbitkannya IUP 237a adalah tidak beralaskan hukum; dan
selain itu, PENGGUGAT memohon agar TERGUGAT mempertimbangkan kembali IUP 237 a.
Sehubungan dengan pembahasan mengenai Surat 22 Mei 2012 dan pertemuan tanggal 15 Juli 2013 serta untuk menghindari keragu-raguan, maka PENGGUGAT mencabut Surat 22 Mei 2012 pada tanggal 22 Juli 2013.
Menindaklanjuti pertemuan yang difasilitasi oleh Kantor Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Barito Timur di atas, PENGGUGAT kemudian menghadiri pertemuan yang difasilitasi oleh TERGUGAT pada tanggal 23 Juli 2013 untuk menyelesaikan permasalahan IUP PENGGUGAT (Pertemuan 23 Juli 2013). Perwakilan dari PT SIHAPAS BARA UTAMA juga turut diundang dan hadir dalam pertemuan tersebut bersama-sama dengan PENGGUGAT, pemilik lahan dan masyarakat sekitar yang tinggal di dalam wilayah IUP 475a.
Bahwa di dalam Pertemuan 23 Juli 2013:
TERGUGAT menegaskan bahwa PT SIHAPAS BARA UTAMA telah diberikan IUP yang tumpang tindih dengan wilayah yang tercantum dalam IUP 475a;
TERGUGAT secara lisan menyatakan dan mengakui bahwa dirinya telah keliru dalam menafsirkan Surat 22 Mei 2012;
TERGUGAT kemudian memberikan usulan untuk merelokasi IUP PT SIHAPAS BARA UTAMA ke lokasi yang disetujui oleh para pihak.
Untuk menindaklanjuti pertemuan ini, TERGUGAT telah menjadwalkan pertemuan pada tanggal 29 Juli 2013 guna membahas mengenai usulan relokasi. Menanggapi usulan tersebut, PENGGUGAT tetap berpendirian agar TERGUGAT membatalkan IUP 237a dan IUP-IUP lain yang tumpang tindih dengan IUP 475a dan memberlakukan kembali IUP 475a.
Bahwa berdasarkan hasil Pertemuan 23 Juli 2013, PENGGUGAT mengetahui bahwa TERGUGAT telah memberikan IUP kepada PT SIHAPAS BARA UTAMA yang mana telah tumpang tindih dengan IUP 475a. Selain itu, PENGGUGAT juga mengetahui adanya pihak lain yang melakukan kegiatan pertambangan di wilayah yang diliputi IUP 475a dan/atau IUP 237a, yakni CV PAJU EPAT RAYA. Oleh karena itu, PENGGUGAT khawatir bahwa TERGUGAT telah menerbitkan IUP lain, selain kepada PT SIHAPAS BARA UTAMA, pada wilayah yang sama. Hal ini menjadi keprihatinan serta perhatian yang mendalam bagi investasi secara besar-besaran untuk IUP 475a dan PENGGUGAT berpendapat bahwa tidak terdapat alas hukum yang sah untuk mengubah IUP 475a dan menerbitkan IUP 237a.
Terlepas dari segala usaha yang telah ditempuh oleh PENGGUGAT dengan itikad baik untuk menyelesaikan permasalahan ini melalui berbagai diskusi dengan wakil-wakil dari pihak TERGUGAT, permasalahan ini tidak kunjung selesai. Hal ini menyebabkan PENGGUGAT tidak memiliki pilihan lain selain mengajukan Gugatan yang pada intinya menuntut hal-hal sebagai berikut:
pembatalan atas IUP 237a; dan
memberlakukan kembali IUP 475a yang mencakup wilayah seluas 3.994 Ha.
PENERBITAN IUP 237a MENGAKIBATKAN PENGGUGAT MENDERITA KERUGIAN FINANSIAL YANG SIGNIFIKAN, KECUALI HAL INI DIBATALKAN
Sesuai dengan Pasal 53 Ayat (1) UU PTUN, PENGGUGAT dapat mengajukan Gugatan terhadap suatu keputusan tata usaha negara untuk dinyatakan batal atau tidak sah apabila PENGGUGAT mengalami kerugian sebagai akibat dari keputusan itu:
Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentinganya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi.
Lebih lanjut, PENGGUGAT mohon perhatian Majelis Hakim Yang Terhormat pada Pasal 97 Ayat (8) dan Ayat (9) (a) UU PTUN yang menyatakan:
8 Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam Putusan Pengadilan Tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara.
9. Kewajiban sebagimana dimaksud dalam ayat (8) berupa:
a. pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan; atau
b. .....
Bahwa PENGGUGAT tidak diberitahukan mengenai perubahan terhadap IUP 475a sampai dengan tanggal 29 April 2013. Oleh karenanya, tanpa mengetahui adanya perubahan terhadap IUP 475a dan, antara lain, dengan bersandar pada IUP 475a dan Daftar CNC yang diterbitkan pada tanggal 16 Oktober 2012 oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, PENGGUGAT telah berinvestasi secara besar-besaran dalam wilayah IUP yang digambarkan dalam IUP 475a sampai dengan pada akhir bulan April 2013. Adapun investasi-investasi yang telah dilakukan oleh PENGGUGAT tersebut diantara lain:
melakukan pembebasan atas sebagian tanah milik masyarakat setempat yang akan digunakan sebagai wilayah produksi pertambangan;
melakukan pembebasan atas tanah yang digunakan sebagai jalan penghubung dan untuk membangun dan mengembangkan jalan pengangkutan dengan biaya yang sangat besar. Jalan ini melewati Wilayah yang Dilepaskan. Untuk keperluan pembangunan jalan ini TERGUGAT bahkan telah memberikan izin kepada PENGGUGAT, yakni: Surat Keputusan Bupati Barito Timur No.:414 Tahun 2012 tentang Pemberian ljin Lokasi untuk Pembangunan Jalan Hauling Angkutan Batubara Seluas 14 Ha sepanjang 7 Km An. PT GANESHA RAPINDO IMPEX di Desa Janah Jari, Kecamatan Awang dan Desa Karang Langit Kecamatan Dusun Timur tertanggal 27 November 2012 (ljin Lokasi) (ljin Lokasi kami ajukan sebagai Bukti P-12);
menandatangani sebuah kontrak dengan kontraktor pertambangan bernama PT Uletbulu Mining untuk kegiatan pertambangan pada Wilayah Yang Dilepaskan, termasuk pembayaran uang muka oleh PENGGUGAT kepada kontraktor tersebut.
telah mempekerjakan sekitar 30 orang dari masyarakat setempat untuk jangka waktu lebih dari satu setengah tahun; dan
membayar iuran tetap berdasarkan IUP 475a berkenaan dengan keseluruhan wilayah IUP. Patut untuk diperhatikan bahwa pembayaran iuran ini dilakukan untuk keseluruhan wilayah yang terdapat di dalam IUP 475a, dan terbukti hal tersebut tidak pernah dipermasalahkan sama sekali oleh Pemerintahan Kabupaten Barito Timur (Bukti Pembayaran luran) (Bukti Pembayaran luran kami ajukan sebagai Bukti P-13).
Oleh karena itu, apabila IUP 475a (yang telah diubah secara melawan hukum dengan diterbitkannya IUP 237a) tidak dikembalikan ke keadaan semula, maka PENGGUGAT akan mengalami kerugian finansial yang signifikan. Hal ini tidaklah adil mengingat bahwa PENGGUGAT telah secara konsisten bertindak dengan itikad baik dan sesuai dengan kewajiban-kewajibannya berdasarkan IUP 475a dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan mengingat fakta bahwa tidak terdapat alas hukum yang sah bagi TERGUGAT untuk mengubah IUP 475a.
Dengan demikian, terbukti bahwa PENGGUGAT memiliki kepentingan yang sangat beralasan untuk mengajukan Gugatan ini kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Palangka Raya, dengan tujuan untuk menyatakan IUP 237a tidak sah dan memerintahkan TERGUGAT untuk mencabut IUP 237a. Oleh karenanya PENGGUGAT berdasarkan keadilan, mohon agar Majelis Hakim Yang Terhormat untuk memberikan putusan yang memenuhi tujuan dari PENGGUGAT tersebut.
TIDAK ADA ALASAN HUKUM YANG SAH UNTUK MENGUBAH IUP 475a
PENGGUGAT perlu menekankan bahwa masyarakat setempat menghendaki agar PENGGUGAT dapat dengan segera melanjutkan kegiatan pertambangannya. Adapun hal ini terlihat dari banyaknya anggota masyarakat yang telah mengirimkan surat-surat dukungan kepada PENGGUGAT dimana surat-surat dukungan tersebut menegaskan bahwa mereka menghendaki agar PENGGUGAT dapat segera beroperasi.
Dalam kaitannya dengan Surat 22 Mei 2012, Penggugat hendak menegaskan kembali bahwa Penggugat mengirimkan Surat 22 Mei 2012 kepada TERGUGAT dengan didasarkan pada permintaan dari masyarakat setempat yang tinggal di sekitar wilayah IUP 475a dan sesuai dengan petunjuk dari TERGUGAT. Namun demikian, sebagaimana terlihat dalam pertemuan dengan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Barito Timur serta pertemuan dengan TERGUGAT, terbukti bahwa masyarakat setempat pun saat ini mendukung PENGGUGAT dan meminta agar PENGGUGAT dapat kembali beroperasi.
Dalam keadaan-keadaan dimana:
PENGGUGAT telah memenuhi semua kewajiban yang tertera dalam IUP 475a;
PENGGUGAT telah melakukan investasi secara besar-besaran dalam Wilayah Yang Dilepaskan dan telah mempersiapkan operasi pertambangannya di wilayah tersebut; dan
masyarakat setempat pun mendukung dan mengharapkan agar PENGGUGAT dapat dengan segera memulai kegiatan pertambangan;
maka tidak terdapat alas hukum yang sah bagi TERGUGAT untuk mengubah IUP 475a PENGGUGAT.
PENERBITAN IUP 237a BERTENTANGAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU
Bahwa, sesuai dengan ketentuan Pasal 53 Ayat (2) (a) UU PTUN, PENGGUGAT mendalilkan bahwa penerbitan IUP 237a bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, khususnya bertentangan dengan Pasal 74 Ayat (3) dari PP No. 23 Tahun 2010.
PENGGUGAT memahami bahwa IUP 475a dirubah dengan diterbitkannya IUP 237a oleh TERGUGAT dengan hanya mendasarkan kepada Surat 22 Mei 2012, yang disebutkan sebagai dasar pelepasan secara sukarela atas wilayah IUP PENGGUGAT. Namun demikian, PENGGUGAT secara tegas menolak bahwa Surat 22 Mei 2012 berkekuatan hukum dan karenanya PENGGUGAT berpendapat bahwa penerbitan IUP 237a telah dilakukan secara tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagaimana disebutkan di atas, PENGGUGAT telah mencabut Surat 22 Mei 2012 pada tanggal 22 Juli 2013.
Adapun ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai penciutan atau pelepasan secara sukarela atas suatu wilayah IUP diatur dalam PP No. 23 tahun 2010. Sesuai dengan ketentuan Pasal 74 Ayat (3) PP No.23 tahun 2010, prosedur pelepasan sebagian secara sukarela atas sebuah IUP mengharuskan pemegang IUP untuk mengajukan permohonan resmi untuk pelepasan atas sebagian wilayah IUP miliknya yang dilengkapi dengan seluruh dokumen-dokumen berikut ini:
Laporan, data, dan informasi mengenai pengurangan atau pengembalian sebagian yang berisikan semua temuan teknis dan geologis yang diperoleh dari wilayah yang akan dikurangi, berikut alasan-alasan pengurangan atau pengembalian serta data lapangan yang dihasilkan dari kegiatan-kegiatan;
Peta dari wilayah yang dikurangi atau dikembalikan beserta koordinat-koordinatnya;
Bukti pembayaran untuk kewajiban-kewajiban keuangan;
Laporan kegiatan yang mencerminkan status dari tahap terakhir; dan
Laporan mengenai kegiatan-kegiatan reklamasi pada wilayah yang dilepaskan.
Secara khusus, permohonan resmi untuk penciutan atau pelepasan secara sukarela perlu secara tegas menyebutkan wilayah IUP yang akan dilepas dengan merujuk pada koordinat-koordinat tertentu.
Bahwa dalam perkara o quo, PENGGUGAT tidak pernah menyetujui penciutan wilayah tertentu dalam IUP 475a atau menyampaikan permohonan resmi untuk memohonkan penciutan tersebut. Selain itu, PENGGUGAT juga tidak melengkapi dokumen-dokumen sebagaimana diuraikan di atas yang dibutuhkan agar permohonan penciutan tersebut sah.
Dengan demikian, jelas bahwa perubahan IUP 475a dengan diterbitkannya IUP 237a telah dilangsungkan tanpa alas hukum yang sah dan oleh karena itu perubahan IUP 475a tidak berdasarkan hukum dan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PENERBITAN IUP 237A MELANGGAR ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK
Lebih lanjut, sesuai dengan ketentuan Pasal 53 ayat 2 (b) UU PTUN, PENGGUGAT mendalilkan bahwa penerbitan IUP 237a melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana dijelaskan di bawah ini.
Asas Kepastian Hukum
Pasal 53 Ayat (2) (b) UU PTUN menjelaskan dengan merujuk kepada Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (UU No. 28 tahun 1999), bahwa kepastian hukum merupakan salah satu asas dari asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Lebih lanjut, penjelasan Pasal 3 Ayat (1) UU No 28 tahun 1999 menjelaskan bahwa:
Yang dimaksud dengan Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara
Sehubungan dengan hal tersebut, berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat 6 UU No. 28 tahun 1999, Bupati merupakan Penyelenggara Negara. Oleh karenanya, jelas bahwa TERGUGAT pun tunduk pada UU No.28 tahun 1999 dan karenanya wajib untuk menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Bahwa, Pasal 74 Ayat (3) PP No. 23 tahun 2010, secara spesifik menjelaskan prosedur yang harus dilakukan dalam permohonan penciutan wilayah izin usaha pertambangan secara sukarela. Hal tersebut diantaranya adalah kewajiban bagi pemegang IUP untuk memberikan permohonan resmi untuk penciutan dari wilayah izin usaha pertambangan, disertai dokumen-dokumen berikut:
Laporan, data, dan informasi mengenai pengurangan atau pengembalian sebagian yang berisikan semua temuan teknis dan geologis yang diperoleh dari wilayah yang akan dikurangi, berikut alasan-alasan pengurangan atau pengembalian serta data lapangan yang dihasilkan dari kegiatan-kegiatan;
Peta dari wilayah yang dikurangi atau dikembalikan beserta koordinat-koordinatnya;
Bukti pembayaran untuk kewajiban-kewajiban keuangan;
Laporan kegiatan yang mencerminkan status dari tahap terakhir; dan
Laporan mengenai kegiatan-kegiatan reklamasi pada wilayah yang dilepaskan.
Oleh karenanya, dengan tidak terdapatnya permohonan resmi untuk melakukan penciutan yang disertai dokumen-dokumen sebagaimana dijelaskan di atas, demi kepastian hukum, sudah sepatutnya TERGUGAT tidak menerbitkan IUP 237a yang merubah IUP 475a.
Asas Kecermatan/Ketelitian
Lebih lanjut, sebagaimana disebutkan di dalam Buku ll Pedoman Mahkamah Agung-Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan, Edisi 2007, halaman 843, Angka 10, asas kecermatan/ketelitian merupakan doktrin yang berkembang dan sudah diterapkan di dalam putusan-putusan Mahkamah Agung.
Bahwa, TERGUGAT telah jelas-jelas melanggar asas kecermatan/ketelitian dengan menerbitkan IUP 237a karena telah tidak cermat serta teliti dalam menerapkan Surat 22 Mei 2012, dimana TERGUGAT telah salah menafsirkan tanpa disertai pertimbangan atau menelaah lebih lanjut maksud surat tersebut.
PENGGUGAT mohon perhatian Majelis Hakim Yang Terhormat bahwa penerbitan IUP 237a hanya didasarkan kepada Surat 22 Mei 2012 dan penafsiran TERGUGAT atas Surat 22 Mei 2012 tersebut. Tindakan TERGUGAT tersebut tidak dapat diterima dan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik.
TERGUGAT seharusnya secara cermat dan teliti mempertimbangkan dan menelaah prosedur yang harus dilakukan untuk melakukan penciutan atas IUP sebelum melakukan perubahan atas IUP 475a, sebagaimana diatur dalam prosedur penciutan yang diuraikan dalam Pasal 74 Ayat (3) PP No.23 Tahun 2010.
Berdasarkan uraian di atas, terbukti bahwa Gugatan ini sangat beralasan dan beralaskan hukum dan oleh karenanya, cukup alasan apabila Majelis Hakim Yang Terhormat mengabulkan Gugatan a quo.
PERMOHONAN PENETAPAN PENUNDAAN
Dalam rangka melindungi hak-hak PENGGUGAT yang dirugikan apabila ada pihak ketiga yang melakukan aktivitas operasi pertambangan di wilayah yang tercakup dalam IUP 475a, PENGGUGAT dengan ini mengajukan permohonan Penetapan Penundaan atas pelaksanaan IUP 237a (Penundaan).
Permohonan Penetapan Penundaan ini diajukan dengan didasarkan pada Pasal 67 UU PTUN yang mana menyatakan bahwa:
(1) ...
(2) Penggugat dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara itu ditunda selama pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara sedang berjalan, sampai ada putusan Pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
(3) Permohonon sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diajukan sekaligus dalam gugatan dan dapat diputus terlebih dahulu dari pokok sengketanya.
(4) Permohonon penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2):
a. DAPAT DIKABULKAN HANYA APABILA TERDAPAT KEADAAN YANG SANGAT MENDESAK YANG MENGAKIBATKAN KEPENTINGAN PENGGUGAT SANGAT DIRUGIKAN JIKA KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA YANG DIGUGAT ITU TETAP DILAKSANAKAN;
b. tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut.
[Catatan: penekanan diberikan oleh PENGGUGAT.]
Di dalam Buku ll Pedoman Mahkamah Agung - Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan, Edisi 2007, halaman 829, huruf H, angka 3, menyatakan secara jelas bahwa:
3. Dalam keadaan tertentu dari segi perlindungan hukum, oleh ketentuan hukum acara TUN, Penggugat dapat mengajukan permohonon agar pelaksanaan Keputusan TUN ditunda selama pemeriksaan sengketa TUN sedang berjalan sampai ada putusan Pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
lndroharto, S.H., dalam bukunya yang berjudul Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku Il Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara, (Jakarta:2005), halaman 211-214, pada intinya menjelaskan mengenai aspek-aspek yang yang dapat digunakan oleh Majelis Hakim dalam mempertimbangkan Permohonan Penundaan. Adapun aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut:
Aspek Pertama: Pertimbangan Atas Kepentingan-Kepentingan Yang Saling Berkaitan.
Sebagaimana telah dijelaskan pada poin 12 di atas, PENGGUGAT memiliki kepentingan atas Wilayah Yang Dilepaskan karena PENGGUGAT akan menderita kerugian finansial dan berkeinginan untuk melanjutkan kegiatannya. Hal yang terkait lainnya adalah pada saat PENGGUGAT dapat kembali menjalankan kegiatannya di Wilayah Yang Dilepaskan, PENGGUGAT akan dapat menyediakan lapangan kerja bagi penduduk setempat.
Aspek Kedua: Terpenuhinya Persyaratan Formal dalam Pengajuan Gugatan.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas pada paragraf 1 sampai dengan 8 di atas, PENGGUGAT telah memenuhi seluruh syarat formal pengajuan gugatan.
Aspek Ketiga: Terdapatnya Kepentingan Yang Mendesak Untuk Mengajukan Gugatan.
PENGGUGAT berdasarkan uraian di atas telah menjelaskan fakta-fakta yang ada dan dasar-dasar hukum serta alasan-alasan yang membuktikan bahwa gugatan ini harus diajukan oleh PENGGUGAT. Sebagaimana telah dijelaskan pada paragraf 18 - 23 di atas, penerbitan IUP 237a melanggar peraturan perundangan yang berlaku, dikarenakan TERGUGAT tidak memenuhi ketentuan prosedural mengenai penciutan IUP. Selain itu tidak terdapat alasan yang sah yang menyebabkan IUP 475a harus diciutkan. Lebih lanjut, penerbitan IUP 237a juga melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana dijelaskan pada paragraf 24 sampai dengan 34.
Aspek Keempat: Pemenuhan Ketentuan Pasal 53 Ayat (2) UU PTUN untuk Pengajuan Gugatan.
Gugatan ini diajukan dengan didasarkan adanya pelanggaran terhadap Pasal 74 Ayat (3) PP No. 23 tahun 2010. PENGGUGAT dalam hal ini telah memenuhi seluruh aspek-aspek sebagaimana tersebut di atas.PENGGUGAT merujuk pada BAB lll di atas yang mana menjelaskan bahwa PENGGUGAT terus berinvestasi secara besar-besaran pada seluruh wilayah yang tercakup dalam IUP 475a, khususnya termasuk Wilayah Yang Dilepaskan. Sehingga jelas bahwa PENGGUGAT menderita kerugian finansial yang signifikan atas diterbitkannya IUP 237a. Kerugian finansial ini tidak sebanding dengan manfaat yang didapat oleh pihak ketiga lainnya dan membawa kerugian pada IUP 475a.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, PENGGUGAT dengan ini memohon kepada Majelis Hakim Yang Terhormat untuk mengabulkan Permohonan Penetapan Penundaan hingga terdapat suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas perkara a quo. Secara khusus, PENGGUGAT memohon kepada Majelis Hakim Yang Terhormat untuk TERLEBIH DAHULU mengeluarkan suatu PENETAPAN PENUNDAAN, bahwa:
menerima dan mengabulkan Permohonan PENGGUGAT untuk seluruhnya; dan
menunda pelaksanaan IUP 237a (dan karenanya karena memberlakukan kembali IUP 475a dan hak-hak PENGGUGAT daripada itu) sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Petitum :Dalam Permohonan Penundaan
Menerima dan Mengabulkan Permohonan Penetapan Penundaan PENGGUGAT untuk seluruhnya;
Menunda pelaksanaan Keputusan Bupati Barito Timur No.237a, tertanggal 8 Juni 2012 tahun 2012 tentang Persetujuan Perubahan lzin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Ganesha Rapindo lmpex (dan karenanya memberlakukan kembali IUP 475a dan hak-hak PENGGUGAT daripada itu) sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Dalam Pokok Perkara
Mengabulkan Gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya;
Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Bupati Barito Timur No.237a, tertanggal 8 Juni 2012 tahun 2012 tentang Persetujuan Perubahan lzin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Ganesha Rapindo lmpex;
Menyatakan bahwa Keputusan Bupati Barito Timur No.237a, tertanggal 8 Juni 2012 tahun 2012 tentang Persetujuan Perubahan lzin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Ganesha Rapindo lmpex melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik;
Memerintahkan TERGUGAT untuk mencabut Keputusan Bupati Barito Timur No.237a, tertanggal 8 Juni 2012 tahun 2012 tentang Persetujuan Perubahan lzin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Ganesha Rapindo lmpex;
Menyatakan Keputusan Bupati Barito Timur Nomor 475a, tertanggal 27 Oktober 2009 kepada PT Ganesha Rapindo lmpex tetap sah; dan
Menghukum TERGUGAT untuk membayar seluruh biaya perkara. |